Boraks Pada Makanan Kita
Boraks Pada Makanan Kita, yang merupakan garam natrium yang banyak tergunakan dalam berbagai industri nonpangan. Contohnya yaitu khusus industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan juga keramik. Ia tidak memiliki warna dan juga sangat gampang larut dalam air.
Asal kalian ketahui saja, gelas pyrex yang terkenal kuat dapat memiliki performa seperti itu karena terbuat dengan campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawetnya karena tersebabkan oleh senyawa aktif asam borat.
Asam borat (H3BO3) merupakan asam organik lemah yang sering tergunakan sebagai antiseptik, dan juga dapat terbuat dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4) atau asam khlorida (HCl) pada boraks.
Asam borat juga sering tergunakan dalam dunia pengobatan dan juga kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) berguna sebagai obat cuci mata dan terkenal sebagai boorwater.
Asam borat juga sering berguna sebagai obat kumur, semprot hidung, dan juga salep luka kecil. Namun, ingat, bahan ini tidak boleh terminum atau menggunakannya pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Kerupuk Gendar
Ironisnya, boraks sejak lama masyarakat Indonesia gunakan untuk bahan baku pembuatan gendar nasi, atau kerupuk gendar. Masyarakat Jawa biasa menyebutnya karak atau lempeng. Air bleng (pijer) yang terpakai dalam pembuatan karak atau gendar ini sejatinya adalah boraks. Jadi, boraks pada makanan, bahkan termasuk salah satu makanan kesukaan kita.
Bukan hanya gendar, boraks juga banyak terpakai untuk industri makanan lain, seperti pembuatan mi, lontong, ketupat, bakso, bahkan kecap. Konon, pembuatan bakmi pabrik dan macaroni juga memakai asam borat murni buatan industri farmasi.
Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah terproduksi sejak tahun 1700, dalam bentuk air bleng. YLKI melalui Warta Konsumen (1991) melaporkan, sekitar 86,49 persen sampel mi basah yang berlokasi pada Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya mengandung asam borat (boraks). Lalu 76,9 persen mi basah mengandung boraks dan formalin secara bersama-sama!
YLKI juga melaporkan adanya boraks pada berbagai jajanan pada Jakarta Selatan. Padahal Pemerintah telah melarang penggunaan boraks per Juli 1979, dan termantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tak sertamerta berakibat buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit ini akan terserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif.
Selain melalui saluran pencernaan, boraks juga bisa terserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh ini akan tersimpan secara akumulatif dalam hati, otak, dan testes (buah zakar). Daya toksitasnya adalah LD-50 akut 4,5-4,98 gr/kg berat badan (tikus). Dalam dosis yang tinggi, boraks dalam tubuh manusia bisa menyebabkan pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, dan lain-lain. Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram dalam tubuhnya dapat menyebabkan kematian. Sedangkan kematian pada orang dewasa terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih.
Bakso Boraks Pada Makanan
.
Seperti yang terjelaskan tadi, sebagian bakso yang beredar dalam pasaran juga mengandung boraks. Tetapi kita bisa membedakan antara bakso yang mengandung boraks atau tidak. Bakso yang mengandung boraks lebih kenyal daripada bakso tanpa boraks. Bila digigit akan kembali ke bentuk semula. Ia juga tahan lama dan awet hingga beberapa hari. Warnanya juga lebih putih. Berbeda dengan bakso tanpa boraks yang berwarna abu-abu dan merata di semua bagian.
Kalau masih ragu, coba lembar bakso ke lantai. Apabila memantul seperti bola bekel, berarti bakso itu mengandung boraks. Padahal pembuatan bakso tidak harus menggunakan berbagai bahan kimia. Bakso dapat dihasilkan dengan baik tanpa menggunakan boraks. Kita bisa menggunakan bahan pengawet yang lebih aman, seperti kalium karbonat, natrium karbonat, karaginan, atau kalsium propionat.