Sejarah Tugu Pahlawan
Sejarah Tugu Pahlawan , Pada lereng bukit gunung api Pangrango pada Jawa Barat, hampir pada ketinggian 1.000 m, terdapat sepuluh nisan seputih salju. Nisan ini berbentuk Salib Besi. Delapan nisan masih ada dan terkenal dengan namanya dan sedangkan dua nisan lagi sudah tidak terkenali dan tidak ada namanya. Mereka adalah kuburan yang terakhir dari pelaut muda pada Perang Dunia ke-Dua dari kapal laut yang datang kemari. Dalam bentuk petualangan perjalanan dengan menggunakan kapal selam (U-Boote). Mereka termakamkan pada tanah keramat yang tercatat dalam sejarah Indonesia.
Pada daerah Jawa Barat pernah terdapat kerajaan-kerajaan Sunda. Keturunan kerajaan Hindu, dari Tarumanegara sampai Pajajaran, penguasa penganut Hindu pendeta tertinggi selama 1.000 tahun lamanya melalui rakyat Sunda. Selama ratusan tahun, roh dari orang orang Hindu yang sudah meninggal terangkat kepada para dewa pada tanah yang tersucikan pada lereng pegunungan Pangrango. Empat pohon Beringin keramat (Ficus sp.) mengelilingi tanah keramat yang bertingkat-tingkat tersebut. Batu kuburan yang berukir yang kira-kira berjumlah 800, dan tempat suci ini bernama Arca Domas yang dalam bahasa Sansekerta berarti 800 patung.
Dari tahun 1527 para pejuang Islam di bawah pimpinan Fatahillah. Menghancurkan Kerajaan Pakuan Pajajaran dan berakibat banyak orang Sunda yang masuk Agama Islam. Banyak Istana dan pura atau candi yang musnah. Para pendeta Hindu mungkin lari ke Pegunungan yang terpencil dan berlindung dari pengaruh luar. Tidak ada orang asing yang memiliki izin untuk memasuki wilayah “Kenekes” atau lebih terkenal dengan nama suku “Badui”. Pada daerah suku “Badui” ini juga terdapat tanah keramat Arca Domas.
Sejarah Tugu Pahlawan Nasional Museum Jakarta
Dengan berjalannya waktu banyak batu dan patung yang berfungsi untuk membangun rumah. Pada Litografi pertengahan abad ke 19 tampak patung-patung dengan “gaya Polinesia”. Patung seperti ini juga terdapat pada Museum Nasional, Jakarta. Belakangan. Leren ini berguna untuk lahan pertanian, tetapi pohon-pohon Beringin yang ada masih mengingatkan masyarakat akan tempat suci ini.
Setelah Perang Dunia ke Satu, dua orang Jerman bersaudara, Emil dan Theodor Hellferich membeli tanah seluas 900 hektar dan membangun pabrik perkebunan teh. Mereka mempunyai pabrik teh pribadi lengkap dengan kabel pengangkut untuk mengangkut daun teh ke pabrik. Gedung yang megah telah terbangun pada daerah ini yang beriklim yang sejuk dan nyaman pada ketinggian 900 m dari permukaan laut. Karena kakak tertua mereka, Karl Helfferich, adalah mantan wakil perdana menteri Kekaisaran Jerman yang terakhir, mereka membangun sebuah monumen dekat pohon-pohon tua untuk memperingati Deutsch-Ostasiatisches Geschwader dari Admiral Graf Spee yang tenggelam oleh tentara Inggris. Pada monumen tersebut terukir kalimat “Untuk para awak Armada Jerman Asia Tenggara yang pemberani 1914. Terbentuk oleh Emil dan Theodor Helfferich.” Sebagai penghargaan pada agama tua Jawa, mereka membangun patung Buddha dan patung Ganesha pada kedua sisi monumen tersebut.
Peresmian terjadi pada tahun 1926 ketika sebuah kapal penjelajah Jerman dengan nama “Hamburg” juga melakukan kunjungan pada zaman Kolonial Belanda. Seorang Letnan Kapten muda, Hans Georg von Friedeburg menulis tentang upacara itu dari bukunya dengan judul “Kedalaman 32.000 mil laut pada laut biru”. Kemudian, ia menjadi Jendral Admiral dan mengakhiri hidupnya pada tahun 1945 akibat kapitulasi Jerman. Anak laki – lakinya kemudian menjadi Mentri Pendidikan Land Hessen, Jerman.
Helfferich bersaudara kembali ke Jerman pada tahun 1928 dan meninggalkan Albert Vehring dari Bielefeld untuk tekhnisi manajemen perkebunan teh mereka. Iaa sudah berpengalaman tentang perkebunan teh pada daerah New Guinea. Namanya akan selalu berkaitan dengan Arca Domas.
Pengasingan, Kemerdekaan Dari Sisi Indonesia
Sementara itu banyak orang Belanda di tempat penampungan yang mengeluh, karena mereka “di jaga” oleh orang Jerman. Orang Inggris harus menyerahkan kira-kira 260 Jerman. Pada pertengahan Januari 1946 menyerahkan beberapa orang Belanda yang ikut dalam ketentaraan. Orang Belanda memenjarakan orang-orang Jerman di pulau Onrust yang terkenal karena nama yang buruk. Kepunyaan barang pribadi mereka kebanyakan juga diambil. Mereka mendapat nasib yang buruk dan ironi.
Perlakuan yang buruk agak lebih baik ketika Palang Merah dari Swiss datang pada bulan Juli 1946. Tetapi tempat penampunganya mendapat beberapa penyakit seperti amoebiasis, malaria, demam berdarah dan hepatitis karena kurang higienis dan kurang nutrisi. Disini juga ada warga sipil namanya Freitag dia tertembak karena dia mendekat pada pagar.
Organisasi Perawatan Taman Makam Pahlawan Jerman tidak bisa membeli Arca Domas karena peraturan pemerintah Indonesia. Kedutaan Besar Jerman hanya mendapat hak guna untuk Arca Domas. Setiap tahun Hari Pahlawan ada perkumpulan kecil dari orang – orang Jerman datang ketempat ini. Suatu upacara kebaktian oikumene dirayakan untuk memperingati perdamaian dan memperingati korban – korban perang. Duta Besar Jerman bersama pertahanan militer meletakan karangan bunga dekat monumen dan dengan pitanya tertulis “Der Botschafter der Bundesrepublik Deutschland”. Bunyi sinyal suara trompet yang dimainkan oleh Herwig Zahorka dengan lagu yang berbunyi “Ich hatt’ einen Kameraden”. Dari sinyal trompet bergema dari puncak pohon besar suci Beringin. Dengan perlahan melodi sedih itu membuat suasana menjadi terharu bersama dengan atmosfir alam tropis.